Tepi Barat – Tujuh negara Eropa anggota Dewan Keamanan PBB memperingatkan konsekuensi dari rencana Israel menganeksasi Tepi Barat. Mereka memperingatkan soal ‘hubungan dekat’ negara-negara tersebut dengan Israel.
Hal tersebut disampaikan dalam pernyataan bersama yang dibacakan kepada wartawan, melalui televisi oleh Ketua Dewan Keamanan PBB untuk bulan Juni, Duta Besar Perancis, Nicolas de Riviere, seperti dilaporkan Pusat Info Palestina, Minggu (28/06/2020).
“Saya ingin membacakan pernyataan bersama atas nama negara-negara Uni Eropa, anggota Dewan Keamanan PBB saat ini dan yang akan datang, yaitu, Belgia, Estonia, Prancis, Jerman, Irlandia, Norwegia, dan Inggris,” kata Nicolas de Riviere.
Dewan Keamanan PBB terdiri dari 5 anggota tetap, yaitu Inggris, Perancis, Cina, Rusia dan Amerika Serikat. Ditambah 10 anggota tidak tetap, yang saat ini adalah Belgia, Estonia, Jerman, Republik Dominika, Indonesia, Niger, Saint Vincent dan Grenadines, Afrika Selatan, Tunisia, dan Vietnam.
Nicolas de Riviere menambahkan, hukum internasional adalah pilar dasar dari sistem internasional yang berdiri di atas aturan. Dalam hal ini, dia mengingat, UE tidak akan mengakui perubahan apa pun pada perbatasan 1967, kecuali jika Israel dan Palestina menyetujui hal itu.
“Solusi dua negara (Palestina dan Israel) akan tetap ada, dengan Yerusalem menjadi ibukota masa depan kedua negara. Ini adalah satu-satunya cara untuk menjamin perdamaian dan stabilitas berkelanjutan di kawasan,” ujarnya.
Dia menambahkan, pencaplokan tanah Palestina ke dalam Israel akan memiliki konsekuensi negatif bagi keamanan dan stabilitas kawasan, termasuk keamanan Israel, yang tidak bisa dinegosiasikan.
“Kami semua saat ini menikmati hubungan dekat dengan Israel, dan kami ingin terus bekerja dengannya. Namun, aneksasi akan memiliki konsekuensi pada hubungan dekat kami dengan Israel, dan kami tidak akan mengakui aneksasi tersebut,” ujarnya.
Dia menegaskan, jika aneksasi Israel atas Tepi Barat dilaksanakan – tidak peduli seberapa besar atau kecil – maka hal itu merupakan pelanggaran yang jelas terhadap hukum internasional, termasuk pelanggaran terhadap Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta resolusi Dewan Keamanan.
Dia memperingatkan, ini akan “sangat merusak dimulainya kembali perundingan, merusak kemungkinan solusi dua negara yang dapat diterima bersama, merusak prospek negara Palestina yang layak, dan akan melemahkan upaya perdamaian regional dan upaya kita yang lebih luas untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berulang kali mengumumkan bahwa pemerintahnya bermaksud untuk mulai melaksanakan “aneksasi” pada awal Juli mendatang. Dia menyatakan bahwa Israel ingin “mencaplok” setengah dari Area C di Tepi Barat.
Luas Area C ini mencapai 61 persen dari total luas Tepi Barat yang diduduki penjajah Israel. Area C, saat ini, secara keamanan dan administratif berada di bawah kontrol penjajah Israel. Hal ini berdasarkan perjanjian Oslo II pada tahun 1995. Dengan suara bulat, Palestina menolak rencana aneksasi penjajah Israel tersebut. (R/Tb/Ari/Mina)