Trend Perkembangan Halal Lifestyle

Gaya hidup halal (halal lifestyle) belakangan ini memang tengah melanda dunia, tidak hanya menggejala pada negara-negara yang mayoritas berpenduduk muslim tetapi juga di negara berpenduduk mayoritas non muslim. Lifestyle dapat dipahami sebagai pola dalam penggunaan, pemahaman, atau penghargaan artefak-artefak budaya material untuk menegosiasikan permainan kriteria status dalam kontek sosial. Sementara Halal Lifestyle merupakan kampanye gaya hidup yang sesuai dengan tuntunan ajaran Agama Islam. Kesadaran pemenuhan pangan halal meningkat di kancah global beriringan dengan menggeliatnya wisata halal global yang tidak melulu terbatas pada sektor destinasi wisata yang berkait situs keislaman (religi) tetapi menyangkut pemenuhan kebutuhan kebutuhan wisata itu sendiri.

Asia merupakan benua dengan penduduk muslim terbanyak dibandingkan benua lainnya. Produk-produk halal, seperti makanan dan minuman, obat-obatan, serta kosmetik tentunya sudah sangat biasa digunakan dan diproduksi di negara-negara di Asia. Selain memang diwajibkan bagi para muslimin, produk-halal juga baik digunakan dari segi kesehatan karena kandungannya yang aman dari zat-zat yang merugikan tubuh, bersih dan berkualitas bagus. Berawal dari sinilah, akhirnya tidak hanya negara-negara muslim, tapi juga negara lain, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Jepang yang cenderung sedikit jumlah penduduk muslimnya mulai membiasakan untuk menggunakan produk halal. Negara-negara tersebut mulai banyak membuka fasilitas maupun tempat yang menjual produk-produk halal di negaranya. Hal ini merupakan peluang yang paling menjanjikan dalam sektor ekonomi untuk produk halal, di antaranya sebagai berikut: makanan dan minuman halal, wisata bagi muslim, Modest Fahion, media dan rekreasi, farmasi dan kosmetik, dan sistem keuangan sistem keuangan berbasis Islam.

Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang (85 % dari 250 juta jiwa) tentu saja berkepentingan dengan peredaran produk yang aman dan berstandar halal. Sebab secara otomatis kaum muslim menjadi konsumen terbesar (mayoritas) di negeri ini di samping menjadi incaran dan target impor negara-negara lain. Masalah produk berstandar halal seharusnya sudah menjadi bagian integral yang tak terpisahkan dari praktik perdagangan dan ekonomi global yang menuntut adanya standar-standar dan kualitas bakuinternasional untuk mendapatkan kepercayaan dari konsumen lintas negara. Dengan begitu aliran barang, jasa, modal, ilmu pengetahuan antar negara menjadi makin mudah. Mengonsumsi pangan yang halal adalah hak dasar setiap muslim. Hal ini bukan saja terkait dengan keyakinan beragama, namun ada dimensi kesehatan, ekonomi dan keamanan. Maka dengan penduduk yang mayoritas muslim, tanpa diminta sudah semestinya negara hadir melindungi warganya dalam pemenuhan hak-hak mendasar warganya. Selaras dengan itu pelaku usaha (produsen) juga sudah seharusnya memberikan perlindungan kepada konsumen terkalit kehalalan produk yang dikeluarkan.

Indonesia merupakan negara terbesar ke-4 di dunia pada kategori jumlah penduduk serta mayoritas penduduk muslim di dunia. sehingga Indonesia merupakan pasar yang sangat potensial bagi berbagai produsen barang dan jasa. Meskipun masing-masing konsumen muslim memiliki kadar kepatuhan terhadap syariah yang berbeda-beda dan tergantung tingkat religiusitas mereka, secara umum konsumen muslim memiliki sikap positif terhadap produk-produk yang menggunakan pendekatan halal. Pada dasarnya konsep dari halal lifestyle sederhana, karena suatu yang halal sudah pasti baik, bersih, dan sehat tentunya. Bila kita mengkonsumsi yang halal maka akan mendapat sebuah kebaikan dan terhindar dari keburukan. Oleh sebab itu negara-negara yang bukan mayoritas berpenduduk muslim juga ikut berpartisipasi dalam halal lifestyle ini.

Penerapan halal lifestyle di Indonesia masih tergolong rendah dan membutuhkan sosialisasi lebih untuk memperkenalkan halal lifestyle. Hal ini terbukti dari laporan Global Islamic Economic (GIE), Indonesia masih berada di urutan 10 (sepuluh) dan jauh di bawah Malaysia yang memiliki penduduk muslim lebih sedikit. Sosialisasi dapat dilakukan dengan cara Mengkampanyekan pentingya pangan halal bagi masyarakat dilihat dari aspek kesehatan, memahami konsep tentang Sistem Jaminan Halal, dan memanfaatkan kecanggihan teknologi berbasis internet. Pangsa pasar Indonesia yang besar membuat peluang halal lifestyle terbuka lebar. Beberapa peluang yang sudah ada di Indonesia ialah melalui makanan nusantara yang beraneka ragam yang menggunakan bahan-bahan halal, aneka komestik yang telah mengantongi sertifikat produk halal dan sertifikat BPOM sehingga dapat dikonsumsi dengan baik, dan dunia keuangan syari’ah yang menggunakan dual banking system yang artinya penduduk Indonesia dapat memilih untuk menggunakan bank konvensional maupun syariah. Produk yang telah melewati BPOM maka layak untuk diedarkan dengan baik, akan tetapi untuk memberikan rasa nyaman kepada konten, label halal diperlukan oleh MUI untuk menjamin produk halal dan aman yang digunakan oleh umat Islam di Indonesia.

Dukungan atas perkembagan industri halal diantarnya telah muncul Jaminan Produk Halal yang tertuang dalam UU No. 33 Tahun 2014, adanya sertifikasi halal, dan penguatan teknologi untuk pengembangan industry halal (KNKS, 2018). Pemangku kepentingan KNKS ini untuk menyusun Materplan Ekonomi Syariah dengan fokus pada pengembangan sektor riil dari ekonomi syariah itu sendiri atau yang lebih dikenal dengan industri halal. Keunikan ekonomi syariah bahwa system ini tidak berkaitan dengan muslim saja melainkan juga orang non-muslim. Artinya, pendidikan ekonomi syariah dan literasi ekonomi syariah menjadi bagian vital untuk bisa bersaing di pasar kerja global.

: Toni Fauzi